Thursday 25 September 2014

Perkembangan Sejarah Seni Rupa pada Masa Renaissance (TUGAS SEKOLAH)





CATATAN : SEJARAH ITU PENTING TIDAK BOLEH DI LUPAKAN :)


Perkembangan Sejarah Seni Rupa pada Masa Renaissance

Memasuki abad Renaissance, muncul adanya gejala kapitalisme dan individualisme. Sehingga muncul kelompok baru dalam masyarakat yang amat menentukan bagi perkembangan kebudayaan pada saat itu, yaitu kelompok “borjuis”. Demikian pula dalam perkembangan kehidupan seni rupa pada saat ini banyak para seniman yang dibiayai untuk membuat suatu karya seni berdasarkan atas pesanan; lukisan pada saat itu sudah dianggap sebagai suatu lambing status kekayaan bagi seseorang.
Jika pada masa Gothik banyak terlihat gejala komposisi arsitektur vertical, pada masa Renaissance memiliki gejala mengarah poda sifat horizontal. Ketaatannya terhadap hokum alam amat mempengaruhi dalam kehidupan seni rupanya, hal tersebut tampak pada cara pengolahan warna, anatomi, perspektif, cahaya, komposisi dan tema.
Dalam seni patung pun tema-tema tak lagi berkisar pada tema keagamaan saja, namun manusia pun telah menjadi objek perhatian.
Sebagai pelukis, Giotto lah seniman yang pertama kali menginjakkan kaki pada masa Renaissanc. Hal tersebut didasarkan pada gejala untuk yang pertama kali dalam karya lukis lebih ditekankan pada aspek alamiah manusia, bukan pada aspek rokhaniahnya.
Pengikut Giotto ialah ; Bernado Daddi dan Taddeo Gaddi, serta mempengaruhi pula dalam penciptaan seni patung, diantara pematung yang mengikuti jejaknya ialah Andrea Pisano.
Tokoh-tokoh yang lain yaitu;
Duccio (1278-1318) : banyak mempelajari karya Giotto, namun dalam karyanya tidak terlalu konsisten. Banyak melukis di gedung penting di Siena dengan tema keagamaan.
Simone Hartini (1315-1344) :  dia murid Duccio, dan dia merupakan master yang cukup terkenal di Siena bahkan sampai Naples pada awal Renaissance. Pernah mendapat order untuk raja Prancis dan banyak melukis di altar Piece dan panel-panel.
Kebudayaan Yunanni-Romawi adalah kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai subjek utama.[1][4] Filsafat Yunani, misalnya menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir terus-menerus memahami lingkungan alamnya dan juga menentukan prinsip-prinsip bagi tindakannya sendiri demi mencapai kebahagiaan hidup (eudaimonia).[1][5] Kesustraan Yunani, misalnya kisah tentang Odisei karya penyair Yunani Kuno, Homerus, menceritakan tentang keberanian manusia menjelajahi suatu dunia yang penuh dengan tantangan dan pengalaman baru.[1] Arsitektur ala Yunani-Romawi mencerminkan kemampuan manusia dalam menciptakan harmoni dari aturan hukum, kekuatan, dan keindahan.[1][6]
Selain itu, kemampuan bangsa Romawi dalam bidang tehnik dan kemampuan berorganisasi pantas mendapatkan acungan jempol.[1] Semua ini jelas menunjukkan bahwa kebudayaan Yunani-Romawi memberikan tempat utama bagi manusia dalam kosmos.[1] Suatu pandangan yang biasa disebut dengan ''Humanisme Klasik''.[1]
Kebudayaan Raissans ditujukan untuk menghidupkan kembali Humanisme Klasik yang sempat terhambat oleh gaya berpikir sejumlah tokoh Abad Pertengahan.[1] Hal ini memiliki kaitan dengan hal yang tadi dijelaskan.[1] Apabila dibandingkan dengan zaman Klasik yang lebih menekankan manusia sebagai bagian dari alam atau polis (negara-negara kota atau masyarakat Yunani Kuno).[1] Humanisme Renaissans jauh lebih dikenal karena penekanannya pada individualisme.[1] Individualisme yang menganggap bahwa manusia sebagai pribadi perlu diperhatikan.[1] Kita bukan hanya umat manusia, tetapi kita juga adalah individu-individu unik yang bebas untuk berbuat ssuatu dan menganut keyakinan tertentu.[1]
Kemuliaan manusia sendiri terletak dalam kebebasannya untuk menentukan pilihan sendiri dan dalam posisinya sebagai penguasa atas alam (Pico Della Mirandola).[1] Gagasan ini mendorong munculnya sikap pemujaan tindakan terbatas pada kecerdasan dan kemampuan individu dalam segala hal.[1] Gambaran manusia di sini adalah manusia yang dicita-citakan Humanisme Renaissans adalah manusia 


SENI RUPA RENAISSANCE DI INDONESIA
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah "kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.



DAFTAR PUSAKA

1.     Simon Petrus L. T. .2004.Petualangan Intelektual.Yogyakarta.Kanisius.176-180.
2.     Hale, John. The Civilization of Europe in the Renaissance. (1994). 648.
3.     Campbell, Gordon. The Oxford Dictionary of the Renaissance. (2003). 862 .
4.     Buku: Robert Audi.1995.The Cambridge Dictionary Of Philosophy.Cambridge University Press:United Kingdom.580-617
5.     Fletcher, Stella. The Longman Companion to Renaissance Europe, 1390-1530. (2000). 347.
6.     Grendler, Paul F., ed. The Renaissance: An Encyclopedia for Students. (2003). 970.
7.     Hay, Denys. The Significance of Renaissance Europe dalam The Age of Renaissance. Disunting oleh Denys Hay. Thames and Hudson Ltd. London:1986.

8.     Grendler, Paul F. "The Future of Sixteenth Century Studies: Renaissance and Reformation Scholarship in the Next Forty Years," Sixteenth Century Journal Spring 2009, Vol. 40 Issue 1, 182

No comments:
Write comments