CATATAN : SEJARAH ITU PENTING TIDAK BOLEH DI LUPAKAN :)
Perkembangan Sejarah Seni Rupa pada Masa
Renaissance
Memasuki abad Renaissance, muncul adanya gejala kapitalisme dan individualisme. Sehingga muncul kelompok baru dalam masyarakat yang amat menentukan bagi perkembangan kebudayaan pada saat itu, yaitu kelompok “borjuis”. Demikian pula dalam perkembangan kehidupan seni rupa pada saat ini banyak para seniman yang dibiayai untuk membuat suatu karya seni berdasarkan atas pesanan; lukisan pada saat itu sudah dianggap sebagai suatu lambing status kekayaan bagi seseorang.
Jika pada masa Gothik banyak terlihat gejala komposisi arsitektur vertical, pada masa Renaissance memiliki gejala mengarah poda sifat horizontal. Ketaatannya terhadap hokum alam amat mempengaruhi dalam kehidupan seni rupanya, hal tersebut tampak pada cara pengolahan warna, anatomi, perspektif, cahaya, komposisi dan tema.
Dalam seni patung pun tema-tema tak lagi berkisar pada tema keagamaan saja, namun manusia pun telah menjadi objek perhatian.
Sebagai pelukis, Giotto lah seniman yang pertama kali menginjakkan kaki pada masa Renaissanc. Hal tersebut didasarkan pada gejala untuk yang pertama kali dalam karya lukis lebih ditekankan pada aspek alamiah manusia, bukan pada aspek rokhaniahnya.
Pengikut Giotto ialah ; Bernado Daddi dan Taddeo Gaddi, serta mempengaruhi pula dalam penciptaan seni patung, diantara pematung yang mengikuti jejaknya ialah Andrea Pisano.
Tokoh-tokoh yang lain yaitu;
Duccio (1278-1318) : banyak mempelajari karya Giotto, namun dalam karyanya tidak terlalu konsisten. Banyak melukis di gedung penting diSiena
dengan tema keagamaan.
Simone Hartini (1315-1344) : dia murid Duccio, dan dia merupakan master yang cukup terkenal diSiena
bahkan sampai Naples
pada awal Renaissance. Pernah mendapat order untuk raja Prancis dan banyak
melukis di altar Piece dan panel-panel.
Memasuki abad Renaissance, muncul adanya gejala kapitalisme dan individualisme. Sehingga muncul kelompok baru dalam masyarakat yang amat menentukan bagi perkembangan kebudayaan pada saat itu, yaitu kelompok “borjuis”. Demikian pula dalam perkembangan kehidupan seni rupa pada saat ini banyak para seniman yang dibiayai untuk membuat suatu karya seni berdasarkan atas pesanan; lukisan pada saat itu sudah dianggap sebagai suatu lambing status kekayaan bagi seseorang.
Jika pada masa Gothik banyak terlihat gejala komposisi arsitektur vertical, pada masa Renaissance memiliki gejala mengarah poda sifat horizontal. Ketaatannya terhadap hokum alam amat mempengaruhi dalam kehidupan seni rupanya, hal tersebut tampak pada cara pengolahan warna, anatomi, perspektif, cahaya, komposisi dan tema.
Dalam seni patung pun tema-tema tak lagi berkisar pada tema keagamaan saja, namun manusia pun telah menjadi objek perhatian.
Sebagai pelukis, Giotto lah seniman yang pertama kali menginjakkan kaki pada masa Renaissanc. Hal tersebut didasarkan pada gejala untuk yang pertama kali dalam karya lukis lebih ditekankan pada aspek alamiah manusia, bukan pada aspek rokhaniahnya.
Pengikut Giotto ialah ; Bernado Daddi dan Taddeo Gaddi, serta mempengaruhi pula dalam penciptaan seni patung, diantara pematung yang mengikuti jejaknya ialah Andrea Pisano.
Tokoh-tokoh yang lain yaitu;
Duccio (1278-1318) : banyak mempelajari karya Giotto, namun dalam karyanya tidak terlalu konsisten. Banyak melukis di gedung penting di
Simone Hartini (1315-1344) : dia murid Duccio, dan dia merupakan master yang cukup terkenal di
Kebudayaan Yunanni-Romawi adalah
kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai subjek utama.[1][4] Filsafat
Yunani, misalnya menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir
terus-menerus memahami lingkungan alamnya dan juga menentukan prinsip-prinsip
bagi tindakannya sendiri demi mencapai kebahagiaan hidup (eudaimonia).[1][5] Kesustraan
Yunani, misalnya kisah tentang Odisei karya penyair Yunani Kuno, Homerus, menceritakan tentang keberanian manusia
menjelajahi suatu dunia yang penuh dengan tantangan dan pengalaman baru.[1] Arsitektur
ala Yunani-Romawi mencerminkan kemampuan manusia dalam menciptakan harmoni dari
aturan hukum, kekuatan, dan keindahan.[1][6]
Selain itu, kemampuan bangsa
Romawi dalam bidang tehnik dan kemampuan berorganisasi pantas mendapatkan
acungan jempol.[1] Semua
ini jelas menunjukkan bahwa kebudayaan Yunani-Romawi memberikan tempat utama
bagi manusia dalam kosmos.[1] Suatu
pandangan yang biasa disebut dengan ''Humanisme
Klasik''.[1]
Kebudayaan Raissans ditujukan
untuk menghidupkan kembali Humanisme Klasik yang sempat terhambat oleh gaya berpikir sejumlah
tokoh Abad Pertengahan.[1] Hal ini memiliki kaitan dengan hal
yang tadi dijelaskan.[1] Apabila dibandingkan dengan zaman
Klasik yang lebih menekankan manusia sebagai bagian dari alam atau polis
(negara-negara kota
atau masyarakat Yunani Kuno).[1] Humanisme Renaissans jauh lebih
dikenal karena penekanannya pada individualisme.[1] Individualisme yang menganggap bahwa
manusia sebagai pribadi perlu diperhatikan.[1] Kita bukan hanya umat manusia, tetapi
kita juga adalah individu-individu unik yang bebas untuk berbuat ssuatu dan
menganut keyakinan tertentu.[1]
Kemuliaan manusia sendiri terletak
dalam kebebasannya untuk menentukan pilihan sendiri dan dalam posisinya sebagai
penguasa atas alam (Pico Della
Mirandola).[1] Gagasan ini mendorong munculnya sikap
pemujaan tindakan terbatas pada kecerdasan dan kemampuan individu dalam segala
hal.[1] Gambaran manusia di sini adalah
manusia yang dicita-citakan Humanisme Renaissans adalah manusia
SENI RUPA
RENAISSANCE DI INDONESIA
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut
mengembangkan aliran ini.
Raden Saleh Syarif
Bustaman adalah salah
seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda.
Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil
menjadi seorang pelukis Indonesia
yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni
lukis Indonesia
tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga
perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia
membuat banyak pelukis Indonesia
beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah
"kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia
dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada
kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa
itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat
membuat lukisan Indonesia
cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang
bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa
1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik
tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai
penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak
perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing
oleh berbagai benturan konsepsi.
Kemapanan
seni lukis Indonesia
yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan
modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan
munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance
Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar
1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai
mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi
galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat,
tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.
DAFTAR PUSAKA
1.
Simon
Petrus L. T. .2004.Petualangan Intelektual.Yogyakarta.Kanisius.176-180.
4.
Buku:
Robert Audi.1995.The Cambridge Dictionary Of Philosophy.Cambridge University Press:United Kingdom.580-617
5.
Fletcher,
Stella. The Longman Companion to Renaissance Europe ,
1390-1530. (2000). 347.
6.
Grendler,
Paul F., ed. The Renaissance: An Encyclopedia for Students. (2003). 970.
7.
Hay,
Denys. The Significance of Renaissance Europe dalam The Age of Renaissance.
Disunting oleh Denys Hay. Thames and Hudson Ltd. London :1986.
8.
Grendler,
Paul F. "The Future of Sixteenth Century Studies: Renaissance and
Reformation Scholarship in the Next Forty Years," Sixteenth Century
Journal Spring
2009 , Vol. 40 Issue 1,
182
No comments:
Write comments