Friday 26 September 2014

Tugas Kuliah Mengkaji sifat dan kekuasaan Allah SWT

Assalamu;alaikum wr.wb
bagaimana kabar antum ? apakah baik :)
nah kali ini blog notebookonline mau berbagi tugas kuliah saya di kampus, baiklah langsung saja kita ke materinya......

Terima kasih sudah berkunjung



KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, yang telah memberikan kekuatan, kesempatan dan kasih sayang-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa suatu halangan apapun .
Dalam menulis makalah ini, didasarkan atas pengkajian dari buku-buku yang ada. Kemudian terwujudnya makalah ini tidak terlepas dari adanya bantuan dan bimbingan dari pihak-pihak lain, oleh karena itu, dalam kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya khuusnya kepada  Bpk FATULLAH, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah
Kami sadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami harapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi sempurnanya makalah ini, atas saran dan kritik serta bantuan yang diberikan kami haturkan banyak terima kasih.

                                                           
                                                                                                            Serang, 26 September 2014
                                                                                                            Penulis



                                                                                                            
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Allah SWT  merupakan sang Khalik yang wajib di percaya dan di sembah oleh  semua makhluk-Nya termasuk manusia. Sebagai Khalik, Allah mempunyai sifat – sifat dan kekuasaan yang tidak terbatas. Yang tentunya sifat – sifat dan kekuasaan Allah ini tidak semuanya bisa kita pikirkan secara akal dan logika kita sebagai makhluk-Nya.
Sifat dan kekuasaan Allah dapat kita lihat dari berbagai sumber yang telah disediakan Allah kepada kita yaitu Al Qur’an dan Hadits. Hanya tinggal tugas bagi kita bagaimana untuk menafsirkan secara benar – benar dengan ilmu tafsir, Jadi tidak semata – mata hanya dari pikiran dan logika kita saja.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penafsiran sifat dan kekuasaan Allah tidak dapat di sembarang tafsirkan, sehingga kita benar – benar menjadi manusia yang beriman dan berakal, tanpa menolak satupun sifat dan kekuasaan-Nya.


BAB II
MENGKAJI SIFAT DAN KEKUASAAN ALLAH SWT

A. SIFAT ALLAH SWT
Wajib bagi setiap Mukallaf dan Muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Karena Allah tidak memperkenalkan dengan dzat-Nya, melainkan dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna yang di sebut Asmaul Husna, di nyatakan oleh Al Qur’an dan diperinci oleh Al hadist.Karena sifat dan kasih sayang Allah, Dia tidak memaksakan manusia untuk melakukan sesuatu yang mustahil yang menjangkau wujud Allah dengan imajinasi apalagi persepsi panca indra seperti dinyatakan  Al Qur’an.
Q.S Al-An’am : 103
لاَ تُدْرِكُهُ الاَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الاَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ
Artinya :Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.
Dalam agama Islam, Asmaaul Husna adalah sembilan puluh sembilan (99) asma (nama) Allah SWT yang terbaik. Sejak dahulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan Asmaaul Husna ini. Meskipun timbul perbedaan pendapat tentang jumlah nama itu, ada yang menyebut 132, 200, bahkan 1000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting adalah hakikat dzat Allah SWT yang harus difahami oleh orang-orang yang beriman.
Asmaaul Husna bermaksud dari segi bahasa adalah nama-nama Allah yang baik, mulia dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan Allah, sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta beserta segala isinya.
Para ulama berpendapat bahwa kebenaran adalah ketetapan dengan kebenaran yang lain. Dengan cara ini, masyarakat Muslim tidak akan mudah menulis "Allah adalah ........." karena tiada satupun yang dapat disetarakan dengan Allah. Pembahasan berikut hanyalah pendekatan yang disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini.
Para ulama menekankan bahwa Allah adalah pencipta dan penguasa alamyang abadi dan alam yang fana. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan bergantung) pada-Nya. Dengan demikian, Allah Maha Tinggi. Tapi juga Allah Maha Dekat. Allah Maha Kuasa. Tapi juga Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Sifat-sifat Allah dijelaskan dengan istilah Asmaaul Husna, yaitu nama-nama yang baik.
Tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama-nama Allah yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya ataupun sunnah Nabi-Nya tanpa melakukan empat hal berikut:
1. Penyimpangan (tahrif),yaitu merubah atau mengganti makna dari apa yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya dan yang ditetapkan oleh Rasul-Nya.
2. Penolakan (ta’thil), Yaitu meniadakan nama dan sifat yang telah Allah tetapkan, baik sebagiannya ataupun seluruhnya. Misalnya membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya karena (mereka katakan) akan menyerupakan Allah dengan makhluk. Padahal penetapan sifat Allah tidak berarti menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
3. Membahas bagaimana bentuk nama dan sifat Allah (takyif), yaitu membatasi bagaimanakah sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah. Padahal hal ini tidak mungkin. Untuk mengetahui bentuk dan hakekat dari sebuah sifat, dapat diketahui dari tiga hal:
Melihat zat tersebut. Dan ini tidak mungkin kita lakukan karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ada sesuatu yang semisal zat tersebut. Dan ini juga tidak mungkin kita lakukan kepada Allah karena Allah tidak serupa dengan makhluknya.
Ada berita yang akurat (khabar shadiq). Orang yang paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya, dan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah memberitakan tentang bentuk sifat AllahSubhanahu wa Ta’ala.
4. Menyamakan Allah dengan makhluk-Nya, inipun tidak mungkin karena Allah  tidak serupa dengan hamba-Nya, akan tetapi Allah tetap memiliki nama dan sifat sebagaimana yang ditetapkan oleh-Nya dalam kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
ليس كمشله شيء وهو السميع  البصير
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (Qs. Asy-Syuura: 11)
Agar kita tidak terjatuh dalam empat penyimpangan besar dalam tauhid nama dan sifat Allah ini, maka terdapat kaidah umum yang ditetapkan oleh para ulama, yaitu sebagai berikut:
1.Mengimani segala nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah (hadits-hadits shahih).
Artinya, kita tidak membedakan dalam mengimani segala ayat yang ada dalam Al-Qur’an, baik itu mengenai hukum, sifat-sifat Allah, berita, ancaman dan lain sebagainya. Sehingga tidaklah tepat jika seseorang kemudian hanya mengimani ayat-ayat hukum karena dapat dicerna oleh akal sedangkan mengenai nama dan sifat Allah, harus diselewengkan maknanya karena tidak sesuai dengan jangkauan akal mereka.
Firman Allah SWT :
ثُمَّ أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَىٰ تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ ۚ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Artinya : “… Apakah kamu beriman kepada sebagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 85)
Begitupula dalam mengimani hadits-hadits yang Shahih dari RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hendaknya kita tidak membedakan apakah itu Hadits Mutawatir ataupun Hadits Ahad, karena jika itu Shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka ia wajib diimani walaupun akal kita tidak dapat memahaminya.
Al-Ustadz Ali Misri mengatakan, “Sebagian ulama memberikan perumpamaan akal dengan wahyu bagaikan mata dengan cahaya. Sebagaimana mata tidak dapat melihat sesuatu kecuali ketika ada cahaya – baik cahaya matahari pada siang hari atau cahaya lampu pada malam hari, akal tidak akan bisa menentukan sesuatu terutama dalam hal yang ghaib kecuali jika ada penjelasan dari wahyu.”
2.Menyucikan Allah dari menyerupai makhluk dalam segala sifat-sifat-Nya.
Ketika kita mengakui segala nama dan sifat yang Allah tetapkan, seperti Allah maha melihat, maka kita tidak diperbolehkan menyerupakan sifat-sifat tersebut dengan sifat makhluk.
Sayangnya, hal inilah yang sering terjadi pada sekelompok orang, dan hal ini pulalah yang memicu penyimpangan yang terjadi pada tauhid asma wa shifat. Kesalahan yang berbuah kesalahan. Contohnya sebagai berikut:
Seseorang tidak ingin menyerupakan sifat Allah dengan makhluk sehingga ia menyimpangkan (tahrif) sifat-sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya karena menganggap jika ia menetapkan sifat tersebut maka ia akan menyerupakan Allah dengan makhluk. Padahal tidak demikian. Allah sendiri menyatakan dalam firman-Nya:
ليس كمشله شيء وهو السميع  البصير
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(Qs. Asy Syuura : 11)
Hal ini disebabkan kesamaan dalam nama tidak berarti kesamaan dalam bentuk dan sifat. Contohnya adalah kaki gajah dan semut. Mereka sama-sama memiliki kaki, namun bentuk dan hakekat kaki tersebut tetaplah berbeda.
Atau seseorang tidak ingin menyerupakan Allah dengan makhluk karena khawatir akan menghinakan Allah sehingga ia menolak segala nama dan sifat yang Allah tetapkan baik sebagian atau seluruhnya. Contohnya adalah orang-orang yang menyatakan nama-nama Allah hanya ada 13. Padahal apa yang mereka lakukan justru menghinakan Allah karena penetapan mereka memiliki konsekuensi Allah memiliki sifat-sifat yang terbatas.
3. Menutup keinginan untuk mengetahui bentuk hakikat sifat-sifat Allah tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu bentuk penyimpangan dalam tauhid asma wa shifat adalah menanyakan bagaimana bentuk dan hakekat sifat-sifat Allah. Dan hal ini tidak mungkin dapat kita ketahui karena Allah dan Rasul-Nya tidak menjelaskan hal tersebut. Sebagai contoh, seseorang tidak dapat menanyakan kaifiyat (bagaimananya) sifat tertawa Allah, atau bentuk tangan Allah, atau bagaimanakah wajah Allah.
Yang perlu kita imani adalah Allah memiliki sifat yang bermacam-macam dan Allah maha sempurna dengan segala sifat yang dimiliki-Nya. Dan untuk mengimani sesuatu tidaklah mengharuskan kita harus mengetahui hakikat zat tersebut. Sebagai contoh, kita meyakini adanya roh (nyawa) walaupun kita tidak pernah mengetahi bentuk dan hakekat dari roh tersebut. Padahal roh adalah sesuatu yang sangat dekat dengan manusia namun akal kita tidak pernah mampu mengetahui bentuk dan hakekatnya.
Termasuk larangan dalam hal ini adalah membayangkan bagaimana bentuk dan hakikat sifat Allah, karena akan membuka pada penyimpangan lainnya, yaitu penyerupaan dengan makhluk. Yang perlu diluruskan adalah, larangan untuk mengetahui bentuk dan hakekat dari sifat-sifat Allah bukan berartimeniadakan adanya bentuk dan hakekat dari sifat-sifat Allah. Hakekat sifat Allah tetaplah ada dan hanya Allah-lah yang mengetahuinya.
Sekarang kita praktikkan ilmu yang kita telah pelajari dalam memahami salah satu hadits tentang salah satu sifat Allah, yaitu Allah turun ke langit dunia setiap malam, sebagaimana terdapat dalam sabda RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya, siapa yang memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya, siapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesuai kaidah, maka kita tetapkan sifat turun pada Allah Ta’ala. Kita tidak menyerupakan sifat turun ini dengan makhluk (dimana sifat turun pada makhluk adalah dari atas ke bawah dan memiliki sifat kurang (naqish) dan juga kita tidak menanyakan atau membayangkan bagaimana Allah turun ke langit dunia setiap malam (seperti banyak orang menakwilkan (tepatnya menyelewengkan) hadits ini karena menganggap tidak mungkin bagi Allah turun ke langit dunia setiap malam karena dunia ada yang malam dan ada yang siang, lalu bagaimana Allah turun atau pertanyaan-pertanyaan lainnya yang memustahilkan sesuatu bagi Allah karena berpikir dengan logika makhluk). Allah sempurna dengan segala sifatnya dan tidak memiliki sifat kurang dalam seluruh sifat tersebut. Jika kita tidak mampu memahami ini, maka cukuplah bagi kita mengimaninya bahwa sifat turun ini ada pada Allah.
Contoh lainnya adalah mengimani sifat Al-Wajhu (wajah), Al-Yadain (dua tangan) dan Al-’Ainain (dua mata), sebagaimana Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam Al-Qur’an :
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Dan tetap kekal wajah Rabb-Mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Qs. Ar-Rahman: 27)
Dari apa yang telah Allah kabarkan untuk diri-Nya ini, maka sesuai kaidah, kita mengimani (menetapkan) sifat tersebut bagi Allah, dan tidak menyerupakan sifat-sifat tersebut dengan makhluk, serta tidak menanyakan bagaimana bentuk atau penggunaan dari sifat-sifat Allah tersebut, misalnya mempertanyakan bagaimana wajah Allah, atau membayangkan mata Allah seperti manusia atau membayangkan bagaimana Allah menggunakan kedua tangannya.
B. KEKUASAAN ALLAH SWT
Setelah kita mengetahui nama dan sifat Allah yang sempurna dan indah, maka kita palingkan pikiran kita kepada kekuasaan Allah.
Firman Allah SWT :
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. ( Q.S Al-Jaatsiyah : 13 )
Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa kekuasaan Allah meliputi semua apa-apa yang ada dilangit dan semua apa-apa yang ada dibumi.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Sifat dan kekuasaan Allah merupakan hal yang sangat wajib kita Imani. Sifat Allah SWT tercantum dalam Asmaaul Husna. Semua sifat yang tercantum dalam Asmaaul Husna ini tidak semuanya bisa di artikan dengan logika dan akal pikiran manusia, akan tetapi ada beberapa sifat yang perlu di kaji dan di tafsirkan agar kita tidak menjadi umat yang terjerumus dan tersesat dalam empat penyimpangan besar dalam tauhid asma dan sifat Allah.

SARAN
Makalah ini hanya sebagai tambahan ilmu bagi kita khususnya mahasiswa SERANG. Oleh karena itu kami mengharapkan bagi pembaca untuk tetap memperdalam Metodology Studi Islam ini dari sumber – sumber lainnya.

DAFTAR  PUSTAKA
Prof. Drs. A. Sadali, Dasar-dasar Agama Islam ( Jakarta : Bulan Bintang ) 1984
Syeh M.Hasbullah, Ar Riyad Al Badi’ah ( Jakarta : Sa’diyah putra )



 Wassalamu'alaikum wr.wb

No comments:
Write comments