Assalamu;alaikum wr.wb
bagaimana kabar antum ? apakah baik :)
nah kali ini blog notebookonline mau berbagi tugas kuliah saya di kampus, baiklah langsung saja kita ke materinya......
Terima kasih sudah berkunjung
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah S.W.T, yang telah memberikan kekuatan, kesempatan dan
kasih sayang-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa suatu
halangan apapun .
Dalam menulis makalah ini, didasarkan atas
pengkajian dari buku-buku yang ada. Kemudian terwujudnya makalah ini tidak
terlepas dari adanya bantuan dan bimbingan dari pihak-pihak lain, oleh karena
itu, dalam kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya
khuusnya kepada Bpk FATULLAH, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata
kuliah
Kami sadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, kami harapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi sempurnanya makalah ini, atas saran dan kritik serta bantuan yang
diberikan kami haturkan banyak terima kasih.
Serang,
26 September 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT merupakan sang Khalik yang
wajib di percaya dan di sembah oleh semua makhluk-Nya termasuk
manusia. Sebagai Khalik, Allah mempunyai sifat – sifat dan kekuasaan yang tidak
terbatas. Yang tentunya sifat – sifat dan kekuasaan Allah ini tidak semuanya
bisa kita pikirkan secara akal dan logika kita sebagai makhluk-Nya.
Sifat dan kekuasaan Allah dapat kita lihat dari
berbagai sumber yang telah disediakan Allah kepada kita yaitu Al Qur’an dan
Hadits. Hanya tinggal tugas bagi kita bagaimana untuk menafsirkan secara benar
– benar dengan ilmu tafsir, Jadi tidak semata – mata hanya dari pikiran dan
logika kita saja.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penafsiran
sifat dan kekuasaan Allah tidak dapat di sembarang tafsirkan, sehingga kita
benar – benar menjadi manusia yang beriman dan berakal, tanpa menolak satupun
sifat dan kekuasaan-Nya.
BAB
II
MENGKAJI
SIFAT DAN KEKUASAAN ALLAH SWT
A. SIFAT ALLAH SWT
Wajib bagi setiap Mukallaf dan Muslim mempercayai
bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah.
Karena Allah tidak memperkenalkan dengan dzat-Nya, melainkan dengan
sifat-sifat-Nya yang sempurna yang di sebut Asmaul Husna, di nyatakan oleh Al
Qur’an dan diperinci oleh Al hadist.Karena sifat dan kasih sayang Allah, Dia
tidak memaksakan manusia untuk melakukan sesuatu yang mustahil yang menjangkau
wujud Allah dengan imajinasi apalagi persepsi panca indra seperti
dinyatakan Al Qur’an.
Q.S Al-An’am : 103
لاَ تُدْرِكُهُ الاَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الاَبْصَارَ
وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ
Artinya :Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan
mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha
Halus lagi Maha mengetahui.
Dalam agama Islam, Asmaaul
Husna adalah sembilan puluh sembilan (99) asma (nama) Allah SWT
yang terbaik. Sejak dahulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan Asmaaul
Husna ini. Meskipun timbul perbedaan pendapat tentang jumlah nama itu, ada yang
menyebut 132, 200, bahkan 1000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting
adalah hakikat dzat Allah SWT yang harus difahami oleh orang-orang yang
beriman.
Asmaaul Husna bermaksud dari segi bahasa adalah
nama-nama Allah yang baik, mulia dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya.
Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu
dalam kebesaran dan kehebatan Allah, sebagai pencipta dan pemelihara alam
semesta beserta segala isinya.
Para ulama berpendapat bahwa kebenaran adalah
ketetapan dengan kebenaran yang lain. Dengan cara ini, masyarakat Muslim tidak
akan mudah menulis "Allah adalah ........." karena
tiada satupun yang dapat disetarakan dengan Allah. Pembahasan berikut hanyalah
pendekatan yang disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini.
Para ulama menekankan bahwa Allah adalah
pencipta dan penguasa alamyang
abadi dan alam yang fana. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan
bergantung) pada-Nya. Dengan demikian, Allah Maha Tinggi. Tapi juga Allah Maha
Dekat. Allah Maha Kuasa. Tapi juga Allah Maha Pengasih dan Penyayang.
Sifat-sifat Allah dijelaskan dengan istilah Asmaaul Husna, yaitu nama-nama yang
baik.
Tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba
tentang nama-nama Allah yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya
ataupun sunnah Nabi-Nya tanpa melakukan empat hal berikut:
1. Penyimpangan (tahrif),yaitu merubah atau
mengganti makna dari apa yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya dan yang
ditetapkan oleh Rasul-Nya.
2. Penolakan (ta’thil), Yaitu meniadakan nama dan
sifat yang telah Allah tetapkan, baik sebagiannya ataupun seluruhnya. Misalnya
membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya
karena (mereka katakan) akan menyerupakan Allah dengan makhluk. Padahal
penetapan sifat Allah tidak berarti menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
3. Membahas bagaimana bentuk nama dan sifat Allah
(takyif), yaitu membatasi bagaimanakah sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah.
Padahal hal ini tidak mungkin. Untuk mengetahui bentuk dan hakekat dari sebuah
sifat, dapat diketahui dari tiga hal:
Melihat zat tersebut. Dan ini tidak mungkin kita
lakukan karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ada sesuatu yang semisal zat tersebut. Dan ini juga
tidak mungkin kita lakukan kepada Allah karena Allah tidak serupa dengan
makhluknya.
Ada berita yang akurat (khabar shadiq). Orang yang
paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya, dan beliau Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam tidak pernah memberitakan tentang bentuk sifat
AllahSubhanahu wa Ta’ala.
4. Menyamakan Allah dengan makhluk-Nya, inipun tidak
mungkin karena Allah tidak serupa dengan hamba-Nya, akan tetapi
Allah tetap memiliki nama dan sifat sebagaimana yang ditetapkan oleh-Nya dalam
kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
ليس كمشله شيء وهو
السميع البصير
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan
Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (Qs. Asy-Syuura: 11)
Agar kita tidak terjatuh dalam empat penyimpangan
besar dalam tauhid nama dan sifat Allah ini, maka terdapat kaidah umum yang
ditetapkan oleh para ulama, yaitu sebagai berikut:
1.Mengimani segala nama dan sifat-sifat Allah yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah (hadits-hadits shahih).
Artinya, kita tidak membedakan dalam mengimani
segala ayat yang ada dalam Al-Qur’an, baik itu mengenai hukum, sifat-sifat
Allah, berita, ancaman dan lain sebagainya. Sehingga tidaklah tepat jika
seseorang kemudian hanya mengimani ayat-ayat hukum karena dapat dicerna oleh
akal sedangkan mengenai nama dan sifat Allah, harus diselewengkan maknanya karena
tidak sesuai dengan jangkauan akal mereka.
Firman Allah SWT :
ثُمَّ أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ
دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَىٰ تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ ۚ
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ
فَمَا جَزَاءُ مَنْ
يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ
وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
|
Artinya : “… Apakah kamu beriman kepada
sebagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah
balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang
sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (Qs.
Al-Baqarah [2]: 85)
Begitupula dalam mengimani hadits-hadits yang Shahih
dari RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hendaknya kita tidak membedakan
apakah itu Hadits Mutawatir ataupun Hadits Ahad, karena jika itu Shahih dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka ia wajib diimani
walaupun akal kita tidak dapat memahaminya.
Al-Ustadz Ali Misri mengatakan, “Sebagian ulama
memberikan perumpamaan akal dengan wahyu bagaikan mata dengan cahaya.
Sebagaimana mata tidak dapat melihat sesuatu kecuali ketika ada cahaya – baik
cahaya matahari pada siang hari atau cahaya lampu pada malam hari, akal tidak
akan bisa menentukan sesuatu terutama dalam hal yang ghaib kecuali jika ada
penjelasan dari wahyu.”
2.Menyucikan Allah dari menyerupai makhluk dalam
segala sifat-sifat-Nya.
Ketika kita mengakui segala nama dan sifat yang
Allah tetapkan, seperti Allah maha melihat, maka kita tidak diperbolehkan
menyerupakan sifat-sifat tersebut dengan sifat makhluk.
Sayangnya, hal inilah yang sering terjadi pada
sekelompok orang, dan hal ini pulalah yang memicu penyimpangan yang terjadi
pada tauhid asma wa shifat. Kesalahan yang berbuah kesalahan. Contohnya sebagai
berikut:
Seseorang tidak ingin menyerupakan sifat Allah
dengan makhluk sehingga ia menyimpangkan (tahrif) sifat-sifat yang Allah
tetapkan bagi diri-Nya karena menganggap jika ia menetapkan sifat tersebut maka
ia akan menyerupakan Allah dengan makhluk. Padahal tidak demikian. Allah
sendiri menyatakan dalam firman-Nya:
ليس كمشله شيء وهو
السميع البصير
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan
ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(Qs. Asy Syuura : 11)
Hal ini disebabkan kesamaan dalam nama tidak berarti
kesamaan dalam bentuk dan sifat. Contohnya adalah kaki gajah dan semut. Mereka
sama-sama memiliki kaki, namun bentuk dan hakekat kaki tersebut tetaplah
berbeda.
Atau seseorang tidak ingin menyerupakan Allah dengan
makhluk karena khawatir akan menghinakan Allah sehingga ia menolak segala nama
dan sifat yang Allah tetapkan baik sebagian atau seluruhnya. Contohnya adalah
orang-orang yang menyatakan nama-nama Allah hanya ada 13. Padahal apa yang
mereka lakukan justru menghinakan Allah karena penetapan mereka memiliki
konsekuensi Allah memiliki sifat-sifat yang terbatas.
3. Menutup keinginan untuk mengetahui bentuk hakikat
sifat-sifat Allah tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah
satu bentuk penyimpangan dalam tauhid asma wa shifat adalah menanyakan
bagaimana bentuk dan hakekat sifat-sifat Allah. Dan hal ini tidak mungkin dapat
kita ketahui karena Allah dan Rasul-Nya tidak menjelaskan hal tersebut. Sebagai
contoh, seseorang tidak dapat menanyakan kaifiyat (bagaimananya)
sifat tertawa Allah, atau bentuk tangan Allah, atau bagaimanakah wajah Allah.
Yang perlu kita imani adalah Allah memiliki sifat
yang bermacam-macam dan Allah maha sempurna dengan segala sifat yang
dimiliki-Nya. Dan untuk mengimani sesuatu tidaklah mengharuskan kita harus
mengetahui hakikat zat tersebut. Sebagai contoh, kita meyakini adanya roh
(nyawa) walaupun kita tidak pernah mengetahi bentuk dan hakekat dari roh
tersebut. Padahal roh adalah sesuatu yang sangat dekat dengan manusia namun
akal kita tidak pernah mampu mengetahui bentuk dan hakekatnya.
Termasuk larangan dalam hal ini
adalah membayangkan bagaimana bentuk dan hakikat sifat Allah, karena
akan membuka pada penyimpangan lainnya, yaitu penyerupaan dengan makhluk. Yang
perlu diluruskan adalah, larangan untuk mengetahui bentuk dan hakekat
dari sifat-sifat Allah bukan berartimeniadakan adanya bentuk dan hakekat dari
sifat-sifat Allah. Hakekat sifat Allah tetaplah ada dan hanya Allah-lah yang
mengetahuinya.
Sekarang kita praktikkan ilmu yang kita telah
pelajari dalam memahami salah satu hadits tentang salah satu sifat Allah, yaitu
Allah turun ke langit dunia setiap malam, sebagaimana terdapat dalam sabda
RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun pada setiap
malam ke langit dunia, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir. Dia
berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya, siapa yang
memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya, siapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya
Aku mengampuninya.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesuai kaidah, maka kita tetapkan sifat turun pada
Allah Ta’ala. Kita tidak menyerupakan sifat turun ini dengan makhluk (dimana
sifat turun pada makhluk adalah dari atas ke bawah dan memiliki sifat kurang
(naqish) dan juga kita tidak menanyakan atau membayangkan bagaimana Allah turun
ke langit dunia setiap malam (seperti banyak orang menakwilkan (tepatnya
menyelewengkan) hadits ini karena menganggap tidak mungkin bagi Allah turun ke
langit dunia setiap malam karena dunia ada yang malam dan ada yang siang, lalu
bagaimana Allah turun atau pertanyaan-pertanyaan lainnya yang memustahilkan
sesuatu bagi Allah karena berpikir dengan logika makhluk). Allah sempurna
dengan segala sifatnya dan tidak memiliki sifat kurang dalam seluruh sifat
tersebut. Jika kita tidak mampu memahami ini, maka cukuplah bagi kita
mengimaninya bahwa sifat turun ini ada pada Allah.
Contoh lainnya adalah mengimani sifat Al-Wajhu
(wajah), Al-Yadain (dua tangan) dan Al-’Ainain (dua mata), sebagaimana Allah
tetapkan bagi diri-Nya dalam Al-Qur’an :
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Dan tetap kekal wajah Rabb-Mu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.” (Qs. Ar-Rahman: 27)
Dari apa yang telah Allah kabarkan untuk diri-Nya
ini, maka sesuai kaidah, kita mengimani (menetapkan) sifat tersebut bagi Allah,
dan tidak menyerupakan sifat-sifat tersebut dengan makhluk, serta tidak
menanyakan bagaimana bentuk atau penggunaan dari sifat-sifat Allah tersebut,
misalnya mempertanyakan bagaimana wajah Allah, atau membayangkan mata Allah
seperti manusia atau membayangkan bagaimana Allah menggunakan kedua tangannya.
B. KEKUASAAN ALLAH SWT
Setelah kita mengetahui nama dan sifat Allah yang
sempurna dan indah, maka kita palingkan pikiran kita kepada kekuasaan Allah.
Firman Allah SWT :
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : Dan Dia telah menundukkan untukmu apa
yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berfikir. ( Q.S Al-Jaatsiyah : 13 )
Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa kekuasaan
Allah meliputi semua apa-apa yang ada dilangit dan semua apa-apa yang ada
dibumi.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
KESIMPULAN
Sifat dan kekuasaan Allah merupakan hal yang sangat
wajib kita Imani. Sifat Allah SWT tercantum dalam Asmaaul Husna. Semua sifat
yang tercantum dalam Asmaaul Husna ini tidak semuanya bisa di artikan dengan
logika dan akal pikiran manusia, akan tetapi ada beberapa sifat yang perlu di
kaji dan di tafsirkan agar kita tidak menjadi umat yang terjerumus dan tersesat
dalam empat penyimpangan besar dalam tauhid asma dan sifat Allah.
SARAN
Makalah ini hanya sebagai tambahan ilmu bagi kita
khususnya mahasiswa SERANG. Oleh karena itu kami mengharapkan bagi pembaca
untuk tetap memperdalam Metodology Studi Islam ini dari sumber – sumber
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Drs. A. Sadali, Dasar-dasar Agama
Islam ( Jakarta : Bulan Bintang ) 1984
Syeh M.Hasbullah, Ar Riyad Al Badi’ah (
Jakarta : Sa’diyah putra )
Wassalamu'alaikum wr.wb
No comments:
Write comments