Aku hidup bukan untuk menunggu cintamu.
Sulit ku terima semua keputusan itu.
Yang kini hilang tersapu angin senja.
Masih sulit pula untuk ku lupakan.
Suram dan seram jika ku ingat kembali.
Mungkin harus ku biarkan semua kenangan itu,
agar abadi oleh sang waktu.
Pagi ini cerah, hangat mentari yang bersinar dan sejuk embun di pagi itu membuat semangat untuk menuntut ilmu makin bertambah. Ku percepat langkahku. Seusai sekolah, ada ekstrakulikuler seni tari dan aku pun mengikutinya. Masih belum beranjak dari tempat duduk ku. Dari arah belakang terdengar suara yang memanggilku.
“Hanaaa, tunggu !”
Aku pun melihat ke belakang “Kamu Dani, ada apa kok sampai tergesa-gesa ?” tanyaku penasaran.
Aku pun melihat ke belakang “Kamu Dani, ada apa kok sampai tergesa-gesa ?” tanyaku penasaran.
“Emmm, ada yang mau kenalan sama kamu !”
“Tapi Dani, udah mau masuk kelas seni
tarinya”
“Ya telat dikit kan gakpapa”.
Aku tidak menjawabnya. Aku bergegas pergi
menuju kelas seni tari. Aku simpan kata-kata Dani tapi aku tidak memikirkannya
disaat aku sedang mengikuti seni tari.
***
Hari ini aku sengaja berangkat pagi, aku ingin menikmati udara pagi, walaupun jarak antara rumah dan sekolah dekat. Sewaktu istirahat aku kembali ingat dengan kata-kata Dani kemarin siang. Siapa dia? Anak mana? Namanya siapa? Berbagai pertanyaan mulai bermunculan di benakku. Hingga aku tak sadar jika aku sedang melamunkannya.
“Heyhey, mikirin siapa sih kamu?” Tanya Fida
yang membuyarkan lamunanku.
“Ha? Aku gak mikirin apa-apa tuh!”
“Ha? Aku gak mikirin apa-apa tuh!”
“Kok ngelamun sih? Haaa, masih keinget ya
sama kata-kata Dani kemaren?”
“Ehh, apaan sih, mentang-mentang pacar Dani trus kalian ngejek gitu, ahh gak asyiik”
“Ehh, apaan sih, mentang-mentang pacar Dani trus kalian ngejek gitu, ahh gak asyiik”
“Yaya, Cuma bercanda kok”
Tiba-tiba Dani datang menemuiku. Entah apa
lagi yang akan ia sampaikan kembali. Aku sendiri tidak berharap jika kata-kata
itu lagi yang akan ia sampaikan.
“Han, ikut yuk, dia mau ketemu kamu, tuh udah ditunggu di kantin” ajak Dani.
“Ahh, engga ahh, biarin aja dia samperin”
“Han, ikut yuk, dia mau ketemu kamu, tuh udah ditunggu di kantin” ajak Dani.
“Ahh, engga ahh, biarin aja dia samperin”
“Kok gitu? Ya udah deh, ini kesempatan loh,
kok malah kamu sia-siain” Ucapan Dani didengar oleh Layla, yang juga saudara
Dani.
“Ehh, ada apaan nih, keliatannya seru! Ada apa sih Dan, kok gak bilang-bilang?”
“Gak ada apa-apa, udah nanti aku ceritain”
“Ehh, ada apaan nih, keliatannya seru! Ada apa sih Dan, kok gak bilang-bilang?”
“Gak ada apa-apa, udah nanti aku ceritain”
Bel masuk kelas pun berbunyi, aku segera
masuk kelas. Dan aku mengikuti pelajaran yang berlangsung hingga usai. Pulang
sekolah biasanya aku jalan sendiri, jarak rumah deket.
“Ciiye Hana” goda Layla
“Ada apa sih?” tanyaku penasaran.
“Tuh, orang yang di depan gerbang pake tas
item ada corak biru, itu orang yang mau ketemu kamu.”
“Ha? Siapa dia? Namanya siapa?”
“Dia Tio, anaknya pendiem banget, dia sahabat
karib Dani sama Adi”
Tanpa kata-kata apapun aku bergegas pulang, dalam perjalananku aku memfikirkan semua hal yang Layla beritahu tadi. Yah, Tio, aku masih tidak menyangka kenapa dia mau bertemu, kenapa harus lewat temennya? Ah mungkin dia malu. Ya udahlah.
Tanpa kata-kata apapun aku bergegas pulang, dalam perjalananku aku memfikirkan semua hal yang Layla beritahu tadi. Yah, Tio, aku masih tidak menyangka kenapa dia mau bertemu, kenapa harus lewat temennya? Ah mungkin dia malu. Ya udahlah.
***
Hari ini mulai muncul kabar buruk, banyak yang menyangka bahwa aku ini adalah pacar Tio, padahal bukan sama sekali. Aku kenal sama dia aja baru kemarin. Di sela-sela pelajaran aku gunakan untuk menuliskan sebuah kata-kata. Sepertinya aku memang benar-benar jatuh hati pada Tio, “ahhh, kenal langsung aja belum kayaknya mustahil deh” kata itu selalu muncul di benakku.
Saat jam istirahat, aku selalu melewati kelasnya. Aku selalu melihat tingkah lakunya, yang terkadang membuatku tersenyum-senyum sendiri. Oh mungkin inikah cinta? Aku pernah merasakannya tetapi aku tak ingin merasakannya lagi untuk saat ini.
Setelah kita kenal begitu lama, aku mengenal
dia dengan ramah, dengan baik, walaupun diantara kita tak pernah ada satu
perkataan. Tiba-tiba semua perasaanku menjelma, berubah entahlah seperti apa
isi otakku. Aku menyukainya, aku menyayanginya. Aku yakin dia pun begitu, tapi
aku tidak pernah pecaya itu, aku tidak pernah percaya bila ia menyukaiku juga,
aku hanya berharap begitu banyak padanya.
Hari ini ekstra pramuka sebenarnya, aku sama
Tio mau bicara tapi dia tetap tidak mau. Dia tetap tak membuka kesempatan untuk
perasaan kita. Tapi aku masih yakin bila dia benar-benar mencintaiku. Sore itu
aku hanya pulang dengan semua mimpi ku yang telah pupus. Aku tak membawa secuil
harapan lagi untuk rasaku ini
.
***
Malam ini aku tulis surat untuk nya. Aku
harap ada sedikit respon darinya. Dan respon itu tidak membuatku patah hati dan
patah semangat. Aku tahu Tuhan pasti mengerti disetiap mimpi dan harapanku.
Setelah selesai aku pun tidur. Hari ini aku
sengaja bangun pagi, selain aku piket aku juga ingin melihatnya lebih awal,
hehe. Aku datang pertama di sekolah, datang pertama juga di kelas, aku langsung
piket, bersihkan semuanya. Setelah selesai, aku kasih surat itu langsung ke
dia. Aku tak pernah mengira hal buruk apapun akan menimpa kita setelah surat
itu kau baca. Tiba-tiba Irma datang mengetuk pintu kelasku. Dia meminta ijin
dahulu, lalu memanggilku untuk menemuinya. Aku yang bingung, langsung saja aku
menurut.
“Nich surat dari Tio!” kata Irma sambil
memberikan surat dari Tio.
“Apa ini? Jawaban suratku tadi pagi ya?”
“Apa ini? Jawaban suratku tadi pagi ya?”
“Iyaa, baca aja, dia bilang dia minta maaf
kalo udah nyakitin perasaan kamu, dia gak bermaksud kayak gitu, ya udah baca aja.”
“Iyaa, makasiih udah ngaterin suratnya, aku
titip salam buat dia”
Seketika aku menangis, air mata ini sudah tak bisa ku tahan lagi. Tetes demi tetes mulai membasahi wajahku. Lalu ku hapus lagi begitu pun seterusnya. Aku masuk kelas dan aku lanjutkan pelajaran yang sempat tertunda, aku anggap saja ini semua tidak pernah terjadi.
Seketika aku menangis, air mata ini sudah tak bisa ku tahan lagi. Tetes demi tetes mulai membasahi wajahku. Lalu ku hapus lagi begitu pun seterusnya. Aku masuk kelas dan aku lanjutkan pelajaran yang sempat tertunda, aku anggap saja ini semua tidak pernah terjadi.
“Ada apa sih, Yu?” Tanya Fida.
“Di.. dia.. dia udah jawab semuanya” kataku
terbata-bata
“Jawab apa? Bukannya diantara kalian itu tak pernah ada apa-apa?”
“Dia gak suka sama aku Da, aku sih fine tapi kenapa sih yang nganter harus Irma, dulu pas kamu sama Dani putus, Irma juga kan yang nganter?”
“Iya ya, kok aku lupa ya? Ya udah deh, kamu yang sabar aja, cowok itu gak Cuma satu kok, gak Cuma dia doang”
“Jawab apa? Bukannya diantara kalian itu tak pernah ada apa-apa?”
“Dia gak suka sama aku Da, aku sih fine tapi kenapa sih yang nganter harus Irma, dulu pas kamu sama Dani putus, Irma juga kan yang nganter?”
“Iya ya, kok aku lupa ya? Ya udah deh, kamu yang sabar aja, cowok itu gak Cuma satu kok, gak Cuma dia doang”
“Iyaa Da, makasiih” jawabku sambil mengusap
air mataku
“Iya sama-sama”
***
Sulit menjalani hari tanpanya lagi, walaupun
kita hanya sebatas gebetan, tapi
ternyata hal itu membuat kita menjadi
bersahabat. Berbulan-bulan aku nanti jawabanmu lagi. Tapi ternyata jawaban
itulah yang sudah kamu tetapkan. Aku hanya pasrah, aku menangis, bagaimana
tidak jika seseorang yang aku sukai ternyata telah membuatku menangis.
“Yu, udah lah, kamu engga usah sedih lagi.
Mungkin Allah sudah menyiapkan seseorang yang lebih dari segala-galanya untuk kamu.
Kamu yang sabar yah” ujar Fida.
“iya, saya sedih bukan karena menangisi Tio.
Tapi aku Cuma belom siap aja, kenapa disaat saya jatuh cinta, malah baru kali
ini saya ngerasain yang namanya cinta, malah berakhir dengan kesedihan seperti
ini. Aku juga butuh yang namanya
dicintai fi” jawab Ayu.
“(sedih, sambil memeluk ayu), yu, kamu tenang
aja, kamu engga sendirian kok, kamu masih punya aku dan dani. Kita akan selalu
ada di samping kamu, kita janji yu sama kamu”
“makasih yah, kamu dan Dani, memang sahabat yang
paling baik, dan selalu ada buat saya, dalam keadaan apapun, mungkin kalau
engga ada kalian entah saya bisa tegar apa engga dalam menghadapi segala
masalah”
“iya yu, makanya kamu jangan sedih lagi”
“iya, saya akan berusaha tersenyum”
Aku berharap suatu saat nanti Tuhan
mempertemukan kita, dan Tuhan izinkan kita bersama. Jika Tuhan tidak
mentakdirkan kita bersama biarlah perasaan itu menjadi sebuah kenangan masa SMA
kita. .
*THE END*
No comments:
Write comments