Tuesday, 28 April 2015

.::PUISI-AKHIR SEBUAH PENANTI::.





Aku hidup bukan untuk menunggu cintamu. 
Sulit ku terima semua keputusan itu. 
Yang kini hilang tersapu angin senja.
Masih sulit pula untuk ku lupakan. 
Suram dan seram jika ku ingat kembali. 
Mungkin harus ku biarkan semua kenangan itu,
 agar abadi oleh sang waktu.

Pagi ini cerah, hangat mentari yang bersinar dan sejuk embun di pagi itu membuat semangat untuk menuntut ilmu makin bertambah. Ku percepat langkahku. Seusai sekolah, ada ekstrakulikuler seni tari dan aku pun mengikutinya. Masih belum beranjak dari tempat duduk ku. Dari arah belakang terdengar suara yang memanggilku.
“Hanaaa, tunggu !”    
Aku pun melihat ke belakang “Kamu Dani, ada apa kok sampai tergesa-gesa ?” tanyaku penasaran.
“Emmm, ada yang mau kenalan sama kamu !”
“Tapi Dani, udah mau masuk kelas seni tarinya”
“Ya telat dikit kan gakpapa”.
Aku tidak menjawabnya. Aku bergegas pergi menuju kelas seni tari. Aku simpan kata-kata Dani tapi aku tidak memikirkannya disaat aku sedang mengikuti seni tari.

***


Hari ini aku sengaja berangkat pagi, aku ingin menikmati udara pagi, walaupun jarak antara rumah dan sekolah dekat. Sewaktu istirahat aku kembali ingat dengan kata-kata Dani kemarin siang. Siapa dia? Anak mana? Namanya siapa? Berbagai pertanyaan mulai bermunculan di benakku. Hingga aku tak sadar jika aku sedang melamunkannya.
“Heyhey, mikirin siapa sih kamu?” Tanya Fida yang membuyarkan lamunanku.
“Ha? Aku gak mikirin apa-apa tuh!”
“Kok ngelamun sih? Haaa, masih keinget ya sama kata-kata Dani kemaren?”
“Ehh, apaan sih, mentang-mentang pacar Dani trus kalian ngejek gitu, ahh gak asyiik”
“Yaya, Cuma bercanda kok”
Tiba-tiba Dani datang menemuiku. Entah apa lagi yang akan ia sampaikan kembali. Aku sendiri tidak berharap jika kata-kata itu lagi yang akan ia sampaikan.
“Han, ikut yuk, dia mau ketemu kamu, tuh udah ditunggu di kantin” ajak Dani.
“Ahh, engga ahh, biarin aja dia samperin”
“Kok gitu? Ya udah deh, ini kesempatan loh, kok malah kamu sia-siain” Ucapan Dani didengar oleh Layla, yang juga saudara Dani.
“Ehh, ada apaan nih, keliatannya seru! Ada apa sih Dan, kok gak bilang-bilang?”
“Gak ada apa-apa, udah nanti aku ceritain”
Bel masuk kelas pun berbunyi, aku segera masuk kelas. Dan aku mengikuti pelajaran yang berlangsung hingga usai. Pulang sekolah biasanya aku jalan sendiri, jarak rumah deket.

“Ciiye Hana” goda Layla
“Ada apa sih?” tanyaku penasaran.
“Tuh, orang yang di depan gerbang pake tas item ada corak biru, itu orang yang mau ketemu kamu.”
“Ha? Siapa dia? Namanya siapa?”
“Dia Tio, anaknya pendiem banget, dia sahabat karib Dani sama Adi”
Tanpa kata-kata apapun aku bergegas pulang, dalam perjalananku aku memfikirkan semua hal yang Layla beritahu tadi. Yah, Tio, aku masih tidak menyangka kenapa dia mau bertemu, kenapa harus lewat temennya? Ah mungkin dia malu. Ya udahlah.

***

Hari ini mulai muncul kabar buruk, banyak yang menyangka bahwa aku ini adalah pacar Tio, padahal bukan sama sekali. Aku kenal sama dia aja baru kemarin. Di sela-sela pelajaran aku gunakan untuk menuliskan sebuah kata-kata. Sepertinya aku memang benar-benar jatuh hati pada Tio, “ahhh, kenal langsung aja belum kayaknya mustahil deh” kata itu selalu muncul di benakku.
Saat jam istirahat, aku selalu melewati kelasnya. Aku selalu melihat tingkah lakunya, yang terkadang membuatku tersenyum-senyum sendiri. Oh mungkin inikah cinta? Aku pernah merasakannya tetapi aku tak ingin merasakannya lagi untuk saat ini.
Setelah kita kenal begitu lama, aku mengenal dia dengan ramah, dengan baik, walaupun diantara kita tak pernah ada satu perkataan. Tiba-tiba semua perasaanku menjelma, berubah entahlah seperti apa isi otakku. Aku menyukainya, aku menyayanginya. Aku yakin dia pun begitu, tapi aku tidak pernah pecaya itu, aku tidak pernah percaya bila ia menyukaiku juga, aku hanya berharap begitu banyak padanya.
Hari ini ekstra pramuka sebenarnya, aku sama Tio mau bicara tapi dia tetap tidak mau. Dia tetap tak membuka kesempatan untuk perasaan kita. Tapi aku masih yakin bila dia benar-benar mencintaiku. Sore itu aku hanya pulang dengan semua mimpi ku yang telah pupus. Aku tak membawa secuil harapan lagi untuk rasaku ini
.
***

Malam ini aku tulis surat untuk nya. Aku harap ada sedikit respon darinya. Dan respon itu tidak membuatku patah hati dan patah semangat. Aku tahu Tuhan pasti mengerti disetiap mimpi dan harapanku.
Setelah selesai aku pun tidur. Hari ini aku sengaja bangun pagi, selain aku piket aku juga ingin melihatnya lebih awal, hehe. Aku datang pertama di sekolah, datang pertama juga di kelas, aku langsung piket, bersihkan semuanya. Setelah selesai, aku kasih surat itu langsung ke dia. Aku tak pernah mengira hal buruk apapun akan menimpa kita setelah surat itu kau baca. Tiba-tiba Irma datang mengetuk pintu kelasku. Dia meminta ijin dahulu, lalu memanggilku untuk menemuinya. Aku yang bingung, langsung saja aku menurut. 
“Nich surat dari Tio!” kata Irma sambil memberikan surat dari Tio.
“Apa ini? Jawaban suratku tadi pagi ya?”
“Iyaa, baca aja, dia bilang dia minta maaf kalo udah nyakitin perasaan kamu, dia gak bermaksud kayak gitu, ya udah baca aja.”
“Iyaa, makasiih udah ngaterin suratnya, aku titip salam buat dia”
Seketika aku menangis, air mata ini sudah tak bisa ku tahan lagi. Tetes demi tetes mulai membasahi wajahku. Lalu ku hapus lagi begitu pun seterusnya. Aku masuk kelas dan aku lanjutkan pelajaran yang sempat tertunda, aku anggap saja ini semua tidak pernah terjadi.
“Ada apa sih, Yu?” Tanya Fida.
“Di.. dia.. dia udah jawab semuanya” kataku terbata-bata
“Jawab apa? Bukannya diantara kalian itu tak pernah ada apa-apa?”
“Dia gak suka sama aku Da, aku sih fine tapi kenapa sih yang nganter harus Irma, dulu pas kamu sama Dani putus, Irma juga kan yang nganter?”
“Iya ya, kok aku lupa ya? Ya udah deh, kamu yang sabar aja, cowok itu gak Cuma satu kok, gak Cuma dia doang”
“Iyaa Da, makasiih” jawabku sambil mengusap air mataku
“Iya sama-sama”

***

Sulit menjalani hari tanpanya lagi, walaupun kita hanya sebatas gebetan, tapi
ternyata hal itu membuat kita menjadi bersahabat. Berbulan-bulan aku nanti jawabanmu lagi. Tapi ternyata jawaban itulah yang sudah kamu tetapkan. Aku hanya pasrah, aku menangis, bagaimana tidak jika seseorang yang aku sukai ternyata telah membuatku menangis.
“Yu, udah lah, kamu engga usah sedih lagi. Mungkin Allah sudah menyiapkan seseorang yang lebih dari segala-galanya untuk kamu. Kamu yang sabar yah” ujar Fida.
“iya, saya sedih bukan karena menangisi Tio. Tapi aku Cuma belom siap aja, kenapa disaat saya jatuh cinta, malah baru kali ini saya ngerasain yang namanya cinta, malah berakhir dengan kesedihan seperti ini.  Aku juga butuh yang namanya dicintai fi” jawab Ayu.
“(sedih, sambil memeluk ayu), yu, kamu tenang aja, kamu engga sendirian kok, kamu masih punya aku dan dani. Kita akan selalu ada di samping kamu, kita janji yu sama kamu”
“makasih yah, kamu dan Dani, memang sahabat yang paling baik, dan selalu ada buat saya, dalam keadaan apapun, mungkin kalau engga ada kalian entah saya bisa tegar apa engga dalam menghadapi segala masalah”
“iya yu, makanya kamu jangan sedih lagi”
“iya, saya akan berusaha tersenyum”
Aku berharap suatu saat nanti Tuhan mempertemukan kita, dan Tuhan izinkan kita bersama. Jika Tuhan tidak mentakdirkan kita bersama biarlah perasaan itu menjadi sebuah kenangan masa SMA kita. .


*THE END*




No comments:
Write comments