Tuesday, 28 April 2015

.::PUISI Cinta Pada Sebuah Mimpi::.





Karamnya cinta ini
Tenggelamkanku
Di duka yang terdalam
Hampa hati terasa
Kau tinggalkanku
Meski ku tak rela


Indra masih termenung dengan beribu pikiran yang tidak menentu. Galau menghinggapinya. Ia menyadari benar kenapa ini terjadi dan menimpa dirinya. Ia tidak tau kenapa sampai terjadi cinta yang seperti ini. Cinta yang sudah lama menghinggapinya kini kandas. Benar kata orang bahwa terkadang, kita tak akan pernah bisa merasakan indahnya dicintai dengan tulus, jika kita tak pernah disakiti. Apalagi saat Naff mengalunkan lagunya yang begitu mengena di hati.

Hingga saat ini pun Indra tidak tau harus bagaimana lagi. Begitu indah sekaligus begitu menyakitkan. Tidak  pernah diduga sebelumnya. Hatinya telah terbagi dua.
           
“Tiara,”Indra berguman sambil memandangi foto Tiara. “Apakah pantas aku mendampingimu? Kemana perginya kamu, Tiara? Tidak sudikah kau temui lagi sosok Indra seperti yang dulu, seperti pertama kali kita bersendau gurau, melepas tawa kita masing-masing?” Indra terus memandangi foto Tiara. Foto saat Tiara begitu manjanya sambil memegang batang Flamboyan minta difoto lewat kamera handphone Indra. Ah, begitu cantik. Indra tersenyum. Ya, lebih baik tersenyum karena kadang seseorang lebih memilih tersenyum hanya karena tak ingin menjelaskan mengapa ia bersedih.

Memang sudah terlalu lama Tiara mengisi kehidupan Indra. Mengisi hari-hari dimana Indra merasa kosong pada saat itu mungkin hingga saat ini. Tapi mengapa disaat seperti ini disaat Indra mulai mengenal sosok cewek yang begitu super justru malah Retna muncul ? Ah memang sulit untuk mengucapkan selamat tinggal pada seseorang yang kita cintai, tapi lebih sulit lagi ketika kenangan bersamanya tak mau hilang begitu saja.

 “Ratna, bersediakah kamu menggantikan Tiara?” batin Indra tiba-tiba terusik oleh bayang-bayang Retna di benaknya. Terus bergejolak. Bertanya-tanya. Mencari tau kemana hatinya kini ingin berlabuh. “Mengapa begitu sulit menghilangkan jejakmu Tiara. Malah semakin melekat disaat Ratna hadir untuk mengisi kekosongan hatiku”

Lamunan Indra buyar ketika handphonnya berbunyi. Ada panggilan masuk. Dilihatnya darimana panggilan masuk itu.
“Ratna..” Indra cepat-cepat menjawab panggilan dari seberang sana. “Hallo, ada apa Ratna?”
“Ndra, kamu ada dimana?”
“Di rumah. Ada apa Rat?” suara Indra menyelidik
“Boleh aku meminta sesuatu padamu, Ndra?” pinta Ratna dari seberang sana.
“Apa itu?” jawab Indra sedikit penasaran
“Temani aku ke Toko Buku ya? Harus mau, Ndra. Soalnya aku harus mendapatkan sebuah buku yang begitu penting banget”
“Kok maksa sih…?” aku mencoba mengelak.
“Iya harus maksa. Pokoknya aku jemput sebentar lagi. Kamu siap-siap ya Ndra. Pokoknya mau ga mau harus mau. Oke sebentar lagi kujemput…”
“Ta…tapi Rat….”

Sudah terputus hubungan telponnya. Tinggal Indra yang kelabakan harus berbenah diri cepat-cepat. Soalnya Indra baru bangun tidur. “Ayo tersenyumlah, Ndra dalam mengawali hari, karena itu menandakan bahwa kamu siap menghadapi hari dengan penuh semangat!” begitu batin Indra menghibur diri di depan cermin.

Mereka berjalan bergandengan. Sepanjang perjalanan jemari Ratna tak lepas begitu erat menggenggam tangan Indra. Tiba-tiba darah Indra berdesir hebat. Mengalir ke segala penjuru hingga sampai ke otaknya. Mulai panas. Matanya mulai sedikit berkunang-kunang. Lamunannya menerawang jauh hingga Ratna mencubit pipinya. Indra tersadar…
“Auwww…sakit Rat…!”

“Digandeng cewek cantik malah melamun, bukannya malah senang. Tuh semua cowok pada mencuri pandang kearah aku. Kamu gak cemburu?” Ratna begitu percaya diri berada di samping Andre.

“Maaf, Rat. Aku terlalu bahagia berjalan bergandengan bersama kamu” kata Indra membesarkan hati Ratna.
“Sungguh?”.
“Iya, sungguh. Makanya tadi aku melamun”
“Hmm….aku tersanjung, Ndra. Aku nyaman berada di samping kamu, Ndra” disandarkannya kepala Ratna di lengan Indra. Ratna tersenyum. Ada rautbahagia di wajah Ratna. Gambaran cinta telah meronai wajah Ratna. Dan semakin eratlah pegangan tangan Ratna ke lengan Indra.

“Indra…” tiba-tiba suara Ratna menyapa Indra.
“Iya, ada apa Ratna?” Indra memandangi wajah Ratna. Wajah yang begitu cantik, polos terpancar binar cinta. Ah, Ratna apakah benar kamu pengganti cintaku yang hilang? Apakah benar kamu cewek super pengganti Tiara?
“Apakah cintaku gak bertepuk sebelah tangan?” pertanyaan Ratna langsung ke lubuk hati Indra yang paling dalam.
“Apakah kamu merasa bertepuk sebelah tangan?” Indra malah balik bertanya. Ratna balas memandang wajah Indra. Mencari tau mungkin ada jawaban yang membahagiakan hati Ratna.

Indra tersenyum. Dibelainya rambut Ratna dengan penuh kasih sayang. Diusapnya air mata yang akan menetes dari sudut mata Ratna.
“Dicintai dan disayangi kamu adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku” Indra memberanikan diri untuk mengucapkannya.
“Dalam hati aku menanti, kuserahkan hati sebagai tanda ketulusan cinta” jawab Ratna dengan mata berkaca-kaca bahagia.

Indra terbuai dalam dekapan cinta Ratna. Melupakan segala kekusutan hati yang selama ini terbelenggu oleh cinta Tiara. Tiara yang entah kemana perginya. Membawa separuh hati Indra. Separuh hidup Indra. Separuh aku. Kata Noah dalam lagunya. Padahal Indra masih tidak percaya kalau ia kini menjadi kekasih Ratna. Ratna dalam penilaian Indra kini adalah cewek super yang telah begitu hebatnya menggeser bayang-bayang Tiara. Menepis angan-angan bersama Tiara. Ratnalah yang kini mengisi cerita-cerita di dalam kehidupan Indra. Bait demi bait iramanya begitu indah disenandungkan oleh hati. Ah, ini benar-benar sebuah cerita cinta. Sebuah romansa yang bisa membuat Indra  melupakan Tiara.
           
Pagi itu, Indra dikejutkan oleh suara panggilan dari Handphonenya. Indra cepat-cepat membukanya. Dari siapakah gerangan. Dilihatnya panggilan masuk di handphonenya.
“Tiara…” Indra setengah terpekik. Jantungnya lebih cepat lagi berdetak. Hampir tak terkontrol. Ia coba menguasai dirinya.
“Halo….” Jawab Indra.
“Halo! Ini Indra…?” suara dari seberang sana.
“I..iyya….ini In…In .dra.?” Suara Indra terbata.
“Iya…Indra…kamu dimana?”
“Di kamar, Ra. Kamu kemana aja, koq menghilang begitu aja?” Indra  mulai memberanikan diri bertanya.
“Indra…maukah kamu menjemput aku di Bandara?”
“Iyyaa Tiara….jam berapa…?”
“Sekarang….! pokoknya aku tunggu sampai kamu datang…!”

Sebenarnya pikiran Indra berkecamuk. Terlintas wajah Ratna manakala Indra menyetujui pertemuannya dengan Tiara. Ada rasa bersalah dalam diri Indra terhadap Ratna. Sebuah pertemuan yang telah lama diimpikannya. Wajah yang telah lama menghilang tiba-tiba akan muncul kembali. Tiara, cewek super idam-idaman Indra. Cewek super yang telah pertama kali menggores hati Indra. Ah, benar-benar Indra ada dipersimpangan. Entah akan kemana hati Indra memilih jalan dipersimpangan itu.
           
           

“Ara….!” Panggil Indra setelah lama mencari-cari Tiara di Bandara.
“Indra….!” Balas Tiara.

Mereka saling berpelukan. Erat. Seolah tidak mau lepas. Kerinduan yang lama terpendam kini terbayar lunas.
“Ara, kamu semakin cantik” puji Indra setelah mereka duduk melepas lelah di lobby Bandara.
“Kamu juga semakin ganteng, Ndra” balas Tiara.

Kedua tangan mereka tak lepas saling genggam. Sepanjang pertemuan itu mereka lebih banyak diam. Lebih banyak hanya hati mereka yang saling bicara. Degup jantung mereka semakin cepat berpacu. Semakin menambah kegugupan mereka. Hanya saling bergenggaman tangan. Indra mencoba membelai rambut Tiara.

“Ara, apakah kamu selalu memikirkan aku disaat kamu jauh dari aku?” Indra mencoba membuka pembicaraan.
Tiara masih terdiam. Kemudian ia pandangi wajah Indra. Wajah yang pernah menghiasai kehidupannya. Begitu indah semaraki hidup Tiara kala itu.
“Sampai saat inipun aku gak pernah melupakan kamu, Ndra”
“Lalu kenapa kamu meninggalkan aku dan pergi begitu saja tanpa aku tau kemana perginya”

Tiara tidak langsung menjawab. Ia tertunduk. Mengalihkan pandangannya dari wajah Indra. Banyak yang ingin ia ceritakan. Tapi rasanya berat untuk menceritakan hal ini kepada Indra.

“Karena aku terlalu mencintaimu, Indra. Banyak mimpiku tentang kamu. Mimpi tentang cinta. Dan pada akhirnya sekarang aku baru merasa bahwa kamu adalah cintaku yang sejati” Dari lubuk hati Tiara, ia ungkapkan perasaan itu kepada Indra.

Indrakini yang terdiam. Diam karena Indra merasakan beban yang begitu berat. Cinta yang terkadang selalu memberikan solusi yang sulit kita terima. Karena ketika jatuh cinta, jangan berjanji tak saling menyakiti, namun berjanjilah untuk tetap bertahan, meski salah satu tersakiti.

“Ara, saat ini mungkin aku bukan lagi Indra yang seperti dulu. Bukan lagi Indra yang bisa memberikan kenyamanan, memberikan ketenangan dalam meraih mimpi-mimpi manismu” kata Indra memberanikan diri sambil memandangi wajah Tiara.
“Tidak Indra. Kamu sempurna. Sempurna dalam hatiku. Dalam cintaku. Kamu yang telah menciptakan mimpi-mimpi manis tentang cinta dalam hidupku. Kamu yang telah banyak mengajarkan bagaimana cara meraih mimpi-mimpi”
“Berhentilah mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai, lebih baik belajar dan persiapkan diri menjadi seorang yang pantas untuk dicintai”
“Kamu sudah tidak mencintai aku lagi, ya Ndra?” dekapan Tiara makin erat di lengan Indra. Seolah tidak mau kehilangan. Indra kini semakin kacau. Kemudian ia coba menenangkan Tiara dengan membelai rambut Tiara. Mengusap air mata yang menetes di pipi Tiara.
“Bukan itu, Ara. Aku masih menyayangi kamu. Aku masih mencintaimu. Tapi aku tak bisa memilikimu”

Tiara bisa memahami arah pembicaraan Indra. Tiara melepaskan dekapan Indra. Mencoba tegar dan menghapus air matanya yang membasahi pipinya.
“Kalau boleh tau, siapa cewek yang telah berhasil menaklukkan hatimu, Ndra?” Tanya Tiara sambil mencoba tersenyum kepada Indra.

Indra memandangi wajah Tiara. Ia balas senyum Tiara. “Ara,  meski tak dicintai oleh seseorang yang kamu cinta, tak berarti kamu merasa tak berarti. Hargai dirimu dan temukan seseorang yang tahu itu”
Tiara merenungi kata-kata Indra. Tiara merasa Indra telah lebih dewasa kini. Indra benar-benar telah menjadi guru yang terbaik dalam hidup Tiara. Guru yang telah mengajarkan bagaimana caranya meraih mimpi-mimpi.

“Indra, jika kamu tulus mencintanya, jangan pernah hiasi matanya dengan air mata, telinganya dengan dusta, dan hatinya dengan luka” kata Tiara
“Ya, aku sangat mencintainya. Dialah Ratna. Cewek super dalam kehidupanku. Aku tak bisa menghianatinya, Ara”
Tiara mencoba tersenyum. Mencoba berbesar hati. Ia pandangi wajah Indra. ”Benar, Ndra karena orang yang pantas kamu tangisi tidak akan membuatmu menangis, dan orang yang membuatmu menangis tidak pantas kamu tangisi. Selama ini aku meninggalkan kamu karena aku ingin menguji diriku kira-kira siapa cinta sejatiku kelak.”.
“Kamu pasti akan menemukan orang yang pantas mendampingimu”
“Terima kasih, Indra. Aku pasti akan sulit melupakan kamu”
“Cobalah, Ara. Karena satu pelajaran penting tentang patah hati adalah jika dia mampu menemukan cinta yang baru, begitu juga dirimu!”
“Iya, Ndra. Sekali lagi terima kasih karena pernah mencintaiku. Salahku kenapa dulu aku tak mempedulikan mimpi-mimpimu. Sekarang aku akan pergi menjauh dari kehidupanmu”
“Kemana?”
“Aku akan kembali ke Australia melanjutkan studiku. Orang tuaku telah menaruh harapan pada diriku”
“Selamat jalan, Tiara”.
           
Tiara melepaskan dekapannya. Kemudian berjalan menjauhi Indra. Tak sanggup Tiara memandang wajah Indra karena telah basah oleh air mata. Entah bagaimana perasaan Tiara saat itu karena Indrapun hanya mampu berdiri. Diam sambil memandang tubuh Tiara yang semakin menjauh.

“Selamat jalan Tiara, jangan terlalu lama menangisi yang telah pergi, karena mungkin nanti kamu akan bersyukur telah meninggalkan yang kamu tangisi saat ini” begitu doa Indra kepada Tiara.

Mungkin suatu saat nanti
Kau temukan bahagia meski tak bersamaku
Bila nanti kau tak kembali
Kenanglah aku sepanjang hidupmu . . .

***

No comments:
Write comments