Karamnya cinta ini
Tenggelamkanku
Di duka yang terdalam
Hampa hati terasa
Kau tinggalkanku
Meski ku tak rela
Indra masih termenung dengan beribu pikiran yang tidak
menentu. Galau menghinggapinya. Ia menyadari benar kenapa ini terjadi dan
menimpa dirinya. Ia tidak tau kenapa sampai terjadi cinta yang seperti ini.
Cinta yang sudah lama menghinggapinya kini kandas. Benar kata orang bahwa terkadang, kita tak akan pernah bisa merasakan indahnya dicintai
dengan tulus, jika kita tak pernah disakiti. Apalagi saat Naff
mengalunkan lagunya yang begitu mengena di hati.
Hingga saat ini pun Indra tidak tau harus bagaimana lagi.
Begitu indah sekaligus begitu menyakitkan. Tidak pernah diduga
sebelumnya. Hatinya telah terbagi dua.
“Tiara,”Indra berguman sambil memandangi foto Tiara. “Apakah
pantas aku mendampingimu? Kemana perginya kamu, Tiara? Tidak sudikah kau temui
lagi sosok Indra seperti yang dulu, seperti pertama kali kita bersendau gurau,
melepas tawa kita masing-masing?” Indra terus memandangi foto Tiara. Foto saat
Tiara begitu manjanya sambil memegang batang Flamboyan minta difoto lewat
kamera handphone Indra. Ah, begitu cantik. Indra
tersenyum. Ya, lebih baik tersenyum karena kadang seseorang lebih memilih
tersenyum hanya karena tak ingin menjelaskan mengapa ia bersedih.
Memang sudah terlalu lama Tiara mengisi kehidupan Indra. Mengisi
hari-hari dimana Indra merasa kosong pada saat itu mungkin hingga saat ini.
Tapi mengapa disaat seperti ini disaat Indra mulai mengenal sosok cewek yang
begitu super justru malah Retna muncul ? Ah memang sulit untuk mengucapkan
selamat tinggal pada seseorang yang kita cintai, tapi lebih sulit lagi ketika
kenangan bersamanya tak mau hilang begitu saja.
“Ratna, bersediakah
kamu menggantikan Tiara?” batin Indra tiba-tiba terusik oleh bayang-bayang
Retna di benaknya. Terus bergejolak. Bertanya-tanya. Mencari tau kemana hatinya
kini ingin berlabuh. “Mengapa begitu sulit menghilangkan jejakmu Tiara. Malah
semakin melekat disaat Ratna hadir untuk mengisi kekosongan hatiku”
Lamunan Indra buyar ketika handphonnya
berbunyi. Ada panggilan masuk. Dilihatnya darimana panggilan masuk itu.
“Ratna..” Indra cepat-cepat menjawab panggilan dari seberang
sana. “Hallo, ada apa Ratna?”
“Ndra, kamu ada dimana?”
“Di rumah. Ada apa Rat?” suara Indra menyelidik
“Boleh aku meminta sesuatu padamu, Ndra?” pinta Ratna dari
seberang sana.
“Apa itu?” jawab Indra sedikit penasaran
“Temani aku ke Toko Buku ya? Harus mau, Ndra. Soalnya aku
harus mendapatkan sebuah buku yang begitu penting banget”
“Kok maksa sih…?” aku mencoba mengelak.
“Iya harus maksa. Pokoknya aku jemput sebentar lagi. Kamu
siap-siap ya Ndra. Pokoknya mau ga mau harus mau. Oke sebentar lagi kujemput…”
“Ta…tapi Rat….”
Sudah terputus hubungan telponnya. Tinggal Indra yang
kelabakan harus berbenah diri cepat-cepat. Soalnya Indra baru bangun tidur.
“Ayo tersenyumlah, Ndra dalam mengawali hari, karena itu menandakan bahwa kamu
siap menghadapi hari dengan penuh semangat!” begitu batin Indra menghibur diri
di depan cermin.
Mereka berjalan bergandengan. Sepanjang perjalanan jemari
Ratna tak lepas begitu erat menggenggam tangan Indra. Tiba-tiba darah Indra
berdesir hebat. Mengalir ke segala penjuru hingga sampai ke otaknya. Mulai
panas. Matanya mulai sedikit berkunang-kunang. Lamunannya menerawang jauh hingga
Ratna mencubit pipinya. Indra tersadar…
“Auwww…sakit Rat…!”
“Digandeng cewek cantik malah melamun, bukannya malah senang.
Tuh semua cowok pada mencuri pandang kearah aku. Kamu gak cemburu?” Ratna
begitu percaya diri berada di samping Andre.
“Maaf, Rat. Aku terlalu bahagia berjalan bergandengan bersama
kamu” kata Indra membesarkan hati Ratna.
“Sungguh?”.
“Iya, sungguh. Makanya tadi aku melamun”
“Hmm….aku tersanjung, Ndra. Aku nyaman berada di samping kamu,
Ndra” disandarkannya kepala Ratna di lengan Indra. Ratna tersenyum. Ada rautbahagia
di wajah Ratna. Gambaran cinta telah meronai wajah Ratna. Dan semakin eratlah
pegangan tangan Ratna ke lengan Indra.
“Indra…” tiba-tiba suara Ratna menyapa Indra.
“Iya, ada apa Ratna?” Indra memandangi wajah Ratna. Wajah yang
begitu cantik, polos terpancar binar cinta. Ah, Ratna apakah benar kamu
pengganti cintaku yang hilang? Apakah benar kamu cewek super pengganti Tiara?
“Apakah cintaku gak bertepuk sebelah tangan?” pertanyaan Ratna
langsung ke lubuk hati Indra yang paling dalam.
“Apakah kamu merasa bertepuk sebelah tangan?” Indra malah
balik bertanya. Ratna balas memandang wajah Indra. Mencari tau mungkin ada jawaban
yang membahagiakan hati Ratna.
Indra tersenyum. Dibelainya rambut Ratna dengan penuh kasih
sayang. Diusapnya air mata yang akan menetes dari sudut mata Ratna.
“Dicintai dan disayangi kamu adalah anugerah terindah yang
Tuhan berikan padaku” Indra memberanikan diri untuk mengucapkannya.
“Dalam hati aku menanti, kuserahkan hati sebagai tanda
ketulusan cinta” jawab Ratna dengan mata berkaca-kaca bahagia.
Indra terbuai dalam dekapan cinta Ratna. Melupakan segala
kekusutan hati yang selama ini terbelenggu oleh cinta Tiara. Tiara yang entah
kemana perginya. Membawa separuh hati Indra. Separuh hidup Indra. Separuh aku.
Kata Noah dalam lagunya. Padahal Indra masih tidak percaya kalau ia kini
menjadi kekasih Ratna. Ratna dalam penilaian Indra kini adalah cewek super yang
telah begitu hebatnya menggeser bayang-bayang Tiara. Menepis angan-angan
bersama Tiara. Ratnalah yang kini mengisi cerita-cerita di dalam kehidupan
Indra. Bait demi bait iramanya begitu indah disenandungkan oleh hati. Ah, ini
benar-benar sebuah cerita cinta. Sebuah romansa yang bisa membuat Indra melupakan Tiara.
Pagi itu, Indra dikejutkan oleh suara panggilan dari Handphonenya. Indra cepat-cepat membukanya. Dari
siapakah gerangan. Dilihatnya panggilan masuk di handphonenya.
“Tiara…” Indra setengah terpekik. Jantungnya lebih cepat lagi
berdetak. Hampir tak terkontrol. Ia coba menguasai dirinya.
“Halo….” Jawab Indra.
“Halo! Ini Indra…?” suara dari seberang sana.
“I..iyya….ini In…In .dra.?” Suara Indra terbata.
“Iya…Indra…kamu dimana?”
“Di kamar, Ra. Kamu kemana aja, koq menghilang begitu aja?”
Indra mulai memberanikan diri bertanya.
“Indra…maukah kamu menjemput aku di Bandara?”
“Iyyaa Tiara….jam berapa…?”
“Sekarang….! pokoknya aku tunggu sampai kamu datang…!”
Sebenarnya pikiran Indra berkecamuk. Terlintas wajah Ratna
manakala Indra menyetujui pertemuannya dengan Tiara. Ada rasa bersalah dalam
diri Indra terhadap Ratna. Sebuah pertemuan yang telah lama diimpikannya. Wajah
yang telah lama menghilang tiba-tiba akan muncul kembali. Tiara, cewek super
idam-idaman Indra. Cewek super yang telah pertama kali menggores hati Indra.
Ah, benar-benar Indra ada dipersimpangan. Entah akan kemana hati Indra memilih
jalan dipersimpangan itu.
“Ara….!” Panggil Indra setelah lama mencari-cari Tiara di
Bandara.
“Indra….!” Balas Tiara.
Mereka saling berpelukan. Erat. Seolah tidak mau lepas.
Kerinduan yang lama terpendam kini terbayar lunas.
“Ara, kamu semakin cantik” puji Indra setelah mereka duduk
melepas lelah di lobby Bandara.
“Kamu juga semakin ganteng, Ndra” balas Tiara.
Kedua tangan mereka tak lepas saling genggam. Sepanjang
pertemuan itu mereka lebih banyak diam. Lebih banyak hanya hati mereka yang
saling bicara. Degup jantung mereka semakin cepat berpacu. Semakin menambah
kegugupan mereka. Hanya saling bergenggaman tangan. Indra mencoba membelai
rambut Tiara.
“Ara, apakah kamu selalu memikirkan aku disaat kamu jauh dari
aku?” Indra mencoba membuka pembicaraan.
Tiara masih terdiam. Kemudian ia pandangi wajah Indra. Wajah
yang pernah menghiasai kehidupannya. Begitu indah semaraki hidup Tiara kala
itu.
“Sampai saat inipun aku gak pernah melupakan kamu, Ndra”
“Lalu kenapa kamu meninggalkan aku dan pergi begitu saja tanpa
aku tau kemana perginya”
Tiara tidak langsung menjawab. Ia tertunduk. Mengalihkan pandangannya
dari wajah Indra. Banyak yang ingin ia ceritakan. Tapi rasanya berat untuk menceritakan
hal ini kepada Indra.
“Karena aku terlalu mencintaimu, Indra. Banyak mimpiku tentang
kamu. Mimpi tentang cinta. Dan pada akhirnya sekarang aku baru merasa bahwa
kamu adalah cintaku yang sejati” Dari lubuk hati Tiara, ia ungkapkan perasaan
itu kepada Indra.
Indrakini yang terdiam. Diam karena Indra merasakan beban yang
begitu berat. Cinta yang terkadang selalu memberikan solusi yang sulit kita
terima. Karena ketika jatuh cinta, jangan berjanji tak saling menyakiti, namun
berjanjilah untuk tetap bertahan, meski salah satu tersakiti.
“Ara, saat ini mungkin aku bukan lagi Indra yang seperti dulu.
Bukan lagi Indra yang bisa memberikan kenyamanan, memberikan ketenangan dalam
meraih mimpi-mimpi manismu” kata Indra memberanikan diri sambil memandangi
wajah Tiara.
“Tidak Indra. Kamu sempurna. Sempurna dalam hatiku. Dalam
cintaku. Kamu yang telah menciptakan mimpi-mimpi manis tentang cinta dalam
hidupku. Kamu yang telah banyak mengajarkan bagaimana cara meraih mimpi-mimpi”
“Berhentilah
mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai, lebih baik belajar dan
persiapkan diri menjadi seorang yang pantas untuk dicintai”
“Kamu sudah tidak
mencintai aku lagi, ya Ndra?” dekapan Tiara makin erat di lengan Indra. Seolah
tidak mau kehilangan. Indra kini semakin kacau. Kemudian ia coba menenangkan
Tiara dengan membelai rambut Tiara. Mengusap air mata yang menetes di pipi
Tiara.
“Bukan itu,
Ara. Aku masih menyayangi kamu. Aku masih mencintaimu. Tapi aku tak bisa
memilikimu”
Tiara bisa
memahami arah pembicaraan Indra. Tiara melepaskan dekapan Indra. Mencoba tegar
dan menghapus air matanya yang membasahi pipinya.
“Kalau boleh
tau, siapa cewek yang telah berhasil menaklukkan hatimu, Ndra?” Tanya Tiara
sambil mencoba tersenyum kepada Indra.
Indra
memandangi wajah Tiara. Ia balas senyum Tiara. “Ara, meski tak dicintai oleh seseorang yang kamu cinta, tak berarti
kamu merasa tak berarti. Hargai dirimu dan temukan seseorang yang tahu itu”
Tiara merenungi
kata-kata Indra. Tiara merasa Indra telah lebih dewasa kini. Indra benar-benar
telah menjadi guru yang terbaik dalam hidup Tiara. Guru yang telah mengajarkan
bagaimana caranya meraih mimpi-mimpi.
“Indra, jika kamu tulus mencintanya, jangan pernah
hiasi matanya dengan air mata, telinganya dengan dusta, dan hatinya dengan
luka” kata Tiara
“Ya, aku sangat mencintainya. Dialah Ratna. Cewek super dalam
kehidupanku. Aku tak bisa menghianatinya, Ara”
Tiara mencoba tersenyum. Mencoba berbesar hati. Ia pandangi
wajah Indra. ”Benar, Ndra karena orang yang pantas kamu tangisi tidak akan
membuatmu menangis, dan orang yang membuatmu menangis tidak pantas kamu
tangisi. Selama ini aku meninggalkan kamu karena aku ingin menguji diriku
kira-kira siapa cinta sejatiku kelak.”.
“Kamu pasti akan menemukan orang yang pantas mendampingimu”
“Terima kasih, Indra. Aku pasti akan sulit melupakan kamu”
“Cobalah, Ara. Karena satu pelajaran penting tentang patah
hati adalah jika dia mampu menemukan cinta yang baru, begitu juga dirimu!”
“Iya, Ndra. Sekali lagi terima kasih karena pernah
mencintaiku. Salahku kenapa dulu aku tak mempedulikan mimpi-mimpimu. Sekarang
aku akan pergi menjauh dari kehidupanmu”
“Kemana?”
“Aku akan kembali ke Australia melanjutkan studiku. Orang
tuaku telah menaruh harapan pada diriku”
“Selamat jalan, Tiara”.
Tiara melepaskan dekapannya. Kemudian berjalan menjauhi Indra.
Tak sanggup Tiara memandang wajah Indra karena telah basah oleh air mata. Entah
bagaimana perasaan Tiara saat itu karena Indrapun hanya mampu berdiri. Diam sambil
memandang tubuh Tiara yang semakin menjauh.
“Selamat jalan Tiara, jangan terlalu lama menangisi yang telah
pergi, karena mungkin nanti kamu akan bersyukur telah meninggalkan yang kamu
tangisi saat ini” begitu doa Indra kepada Tiara.
Mungkin suatu saat nanti
Kau temukan bahagia meski tak bersamaku
Bila nanti kau tak kembali
***
No comments:
Write comments